BANDAR SRIBHAWONO--Ingar-bingar sekitar seribu pasang mata di lapangan basket SMAN 1 Bandar Sribhawono itu lerap ketika Willibrordus Surendra Broto Rendra (W.S. Rendra) berdiri di panggung, mengucap salam dengan suku kata terpenggal-penggal. Ekspresinya dingin, tatap matanya nanar membidik, suaranya datar. Sedikit berkomentar, Si Burung Merak ini berpamit membacakan sajaknya.
"Kangen/Kau tak akan mengerti, bagaimana kesepianku/Menghadapi kemerdekaan tanpa cinta/Kau tak akan mengerti, segala lukaku/
Karena cinta telah sembunyikan pisaunya/Membayangkan wajahmu, adalah siksa/....."
Puisi pertama yang dibaca penyair kelahiran 9 November 1935 ini diawali dengan intonasi amat rendah, bahkan suara parau tanpa ekspresi. Naik setengah beat pada kalimat kedua, lalu meledak di awal bait kedua.
Aplaus yang membahana langit bukan menambah semangat penyair gaek ini. Justru, ia mengawali ekspresi dinginnya ketika memulai bait ketiga. Ia mengakhiri sajak itu dengan ekspresi seperti dendam yang berkecamuk. Kembali, keheningan meledak menjadi tepuk tangan berkepanjangan.
Penyair Indonesia ternama ini memang tidak seperti lagaknya 20 tahun lalu. Ia terlihat sangat berhitung dengan energi yang harus dikeluarkan untuk fokus pada bait dan kata yang menjadi tema utama syair yang dibacanya.
Tidak seperti yang dijanjikan ketika menerima Lampung Post malam sebelumnya, ia tidak membacakan puisi terbarunya yang bertema ketatanegaraan. Tampaknya, Rendra terpancing pembaca sambutan Bupati Lampung Timur yang membacakan sajak Kangen pada akhir sambutannya.
Gelaran Gebyar Sastra SMA Negeri 1 Bandar Sribhawono ini memang istimewa. Mengomentari event ini, W.S. Rendra mengaku surprise. "Di pedalaman Lampung yang jauh dari hiruk-pikuk ini, saya tidak menyangka apresiasi sastranya demikian kuat. Ini adalah indikator bahwa sastra bisa menjadi medium untuk membangun peradaban."
Panitia memang terkesan membangun suasana penasaran dalam mengemas acara ini. Rendra sebagai tokoh sentral dan menjadi jualannya dipasang keluar masuk panggung. Namun, aksi pendiri Bengkel Teater Rendra ini baru tersuguh pada sekitar pukul 14.30. Padahal, acara dibuka dengan berbagai pertunjukan sejak pukul 09.30.
Acara utama dalam gelaran itu adalah seminar sastra yang menampilkan Rendra dan Ahmadun Yosi Herfanda dengan moderator Iswadi Pratama. Namun, Rendra yang terlihat lelah memilih hanya membaca puisi setelah terlalu banyak menjawab pertanyaan wartawan dan guru-guru bahasa yang terus memburu.
Dalam paparannya, Ahmadun yang juga redaktur sastra harian Republika mengatakan pengajaran sastra di sekolah sampai kini belum bisa berjalan maksimal. Indikator utama yang memperkuat sinyalemen itu adalah masih rendahnya apresiasi dan minat baca itu terjadi pada siswa lulusan SMA.
"Pengetahuan sastra mereka, meskipun aspek ini lebih mendapat perhatian dibanding dengan aspek apresiasi umumnya yang masih sempit, tidak seluas pengetahuan mereka tentang dunia selebriti. Umumnya mereka lebih mengenal Britney Spears atau Westlife daripada Abdul Hadi W.M. dari negeri sendiri," kata Ahmadun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar